Bagaimana Istiqamah setelah Ramadhan

Yuk, gali lebih dalam menganai bagaimana istiqamah setelah bulan Ramadhan :)

Pengaruh Makanan Halal dan Haram

Ketahui dalil-dalil mengenai pengaruh makanan halal dan haram bagi kita..

Berobat dalam Islam

Bagaimana sih, berobat menurut Islam?

Sabar, Syukur, dan Istighfar

Kunci kebahagiaan.. :)

Petugas Kajian

Yuk, kita tengok. Siapa saja pemateri, pembaca tafsir, moderator, petugas kebersihan, dan petugas konsumsi?

Wednesday 30 November 2011

Hadits-Hadits Mengenai Hukum Meminta-minta dan Menipu


Sebuah tambahan untuk materi 'Tawakkal' oleh Bapak Irfan Khalish

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.”
(Hadits shahih muttafaq alaih dari Ibnu Umar dan Hakim bin Hizam ra). [1]

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidaklah salah seorang dari kalian yang terus meminta-minta, kecuali kelak di hari kiamat ia akan menemui Allah sementara di wajahnya tidak ada sepotong daging pun."

(Imam Muslim meriwayatkan dari Hamzah bin Abdullah dari bapaknya) [3]

HR Imam Muslim dari Qabishah bin Mukhariq Al Hilali ia berkata; Aku pernah menanggung hutang (untuk mendamaikan dua kabilah yang saling sengketa). Lalu aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, meminta bantuan beliau untuk membayarnya. Beliau menjawab: "Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat, nanti kusuruh menyerahkannya kepadamu." Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: "Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan :

1. Orang yang menanggung hutang (gharim, untuk mendamaikan dua orang yang saling bersengketa atau seumpamanya). Maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga hutangnya lunas. Bila hutangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta.

2. Orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya.

3. Orang yang ditimpa kemiskinan, (disaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercayai bahwa dia memang miskin). Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu." [3]

Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu" [4]

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah. Maka beliaupun bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Dia menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar manusia dapat melihatnya?! Barangsiapa yang menipu maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim no. 102)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang mengarah senjata kepada kami maka dia bukan dari golongan kami. Dan barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.” (HR. Muslim no. 101)

Sumber:

[3] Hukum meminta minta, Ust.Sigit P (www.eramuslim.com)

[4] Hukum meminta-minta, Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (www.almanhaj.com)

Tawakkal

Ngajikok Sabtu 26 November 2011 oleh Bapak Irfan Khalish di Hopeland Apartment.

“Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3)

 “Dan bertawakkal-lah kepada Allah Yang Maha Hidup, Yang tiada mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba Nya.” (Al Furqan: 58)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Al Anfal:2-4)
Pengertian

Secara etimologis tawakkal bermakna istislam (berserah diri). [1]

Makna Bertawakkal Kepada Allah

Ibnu ‘Abbas radhiyAllahu’anhuma mengatakan bahwa Tawakkal bermakna percaya sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. [2]
Imam Ahmad mengatakan, 
“Tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai keputus-asaan terhadap makhluk.” [2]
Ibnu Rojab Al Hanbali mengatakan,“Tawakkal adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya kepada Allah Ta’ala dalam memperoleh kemashlahatan dan menolak bahaya, baik urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan.” [2] 
Ibnu Abbas berkata, “Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke tengah bara api adalah: ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung’.” (HR. Bukhori) [2]

Bertawakkal Kepada Allah sebenar-benarnya

Monday 28 November 2011

Berbaik sangka kepada Allah

Materi ngajibuchan 27 November 2011 di rumah Uni Iim

Beragam peristiwa dalam hidup ini yang terkadang menggiring seseorang terjebak dalam kondisi selalu berada dalam perasaan susah, sempit, gagal, tidak dihargai, dikucilkan, ditolak, tidak pantas dan sebagainya. Hakikat semua itu adalah manifestasi dari buruk sangka terhadap Allah.
Orang mukmin yang shalih tidak selayaknya memiliki sifat tersebut, apalagi memeliharanya di dasar hati, karena itu adalah sifat tercela yang sangat dimurkai Allah. Yang harus dimiliki setiap mukmin adalah sifat baik sangka pada Allah dalam segala urusan.
Abdullah bin Mas’ud berkata:
والذي لا إله غيره ما أعطي عبد مؤمن شيئا خيرا من حسن الظن بالله عز و جل والذي لا إله غيره لا يحسن عبد بالله عز و جل الظن إلا أعطاه الله عز و جل ظنه ذلك بأن الخير في يده
Artinya: Demi Dzat yang tiada Tuhan selainNya, tidak ada anugerah yang paling besar yang diberikan kepada seorang hamba selain baik sangka kepada Allah. Demi Dzat yang tiada Tuhan selainNya, tidak seorang hamba berbaik sangka kepada Allah melainkan Allah akan berbaik sangka kepadanya. Hal itu karena segala kebaikan ada di tanganNya.
إن حسن الظن بالله من حسن العبادة
Artinya: Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah (HR. Abu Daud)
Berbaik sangka kepada Allah adalah anggapan kita kepadaNya bahwa  segala sesuatu yang telah kita terima adalah anugerah terbaik dariNya. Allah adalah Maha Penyayang yang kasih sayangNya melebihi kasih sayang ibu kita. Allah Maha Tahu akan bisikan hajat hati nurani kita. Allah Maha Pemberi tanpa harus kita memintaNya. Allah Maha Mendengar keluhan setiap  problema hidup kita yang sedang kita hadapi. Allah tidak pernah tidur dari memperhatikan keadaan  hidup kita.

Dosa-Dosa Besar (Kabair)

Materi ngajikok 19 November 2011, oleh Ibu Robithoh Annur, di kamar 216 Athen Apartment

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar yang kamu telah dilarang (melakukannya), niscaya Kami hapus  kesalahan-kesalahanmu(dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu pada tempat yang mulia (surga)." (An-Nisa': 31)
Syaikh Asy-sya’rawi mensitir pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat di atas adalah salah satu dari delapan ayat yang terdapat dalam surah An-Nisa’ yang menjadi pangkal kebaikan bagi umat ini sepanjang hari karena ayat tersebut memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan setiap muslim supaya mereka dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah swt dan selalu berpegang teguh pada manhaj Allah.  Jika seandaninya manusia bisa selamat dan menjauhi perbuatan yang dilarang Allah maka sikap inilah yang menjadi pangkal kebaikan bagi setiap manusia.  Oleh karena itu sangatlah tepat jika Allah menjamin mereka akan dihapus kesalahan-kesalahannya (dosa-dosa kecilnya) dan akan dimasukkan di surga Allah swt.

Di samping ayat di atas, Allah Ta'ala berfirman,
"Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar serta perbuatan­perbuatan keji, dan jika mereka marah, mereka memaafkan." (As­Syura: 37).
Allah Ta'ala berfirman lagi,
"(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan­-perbuatan keji selain dari kesalahan-kesalahan kecil, sesungguhnya Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya." (An-Najm: 32).
Rasulullah saw bersabda,
"Shalat yang lima waktu dari Jum'at ke Jum'at lain, dan dari Ramadhan ke Ramadhan merupakan penghapus dosa-dosa selama dosa-dosa besar dijauhi. Dan bagi kita rincian dosa-dosa besar itu telah jelas, agar orang-orang Islam menjauhinya. "

Kata “ijtinab” bukan bermakna’tidak melakukan sesuatu (kemaksiatan)’, namun ia bermakna’tidak mendekatkan diri kepada faktor-faktor yang dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu perbuatan (kemaksiatan)’.  Dengan berlaku seperti itu, seseorang muslim dapat membentengi dirinya dari godaan nafsu dan kemaksiatan.

Apa itu Dosa Besar (Al-Kabair)?

Sunday 27 November 2011

Fiqih Qurban

Materi ngajikok 1 Oktober 2011 oleh Bapak Ahmad Romadhoni di kamar 218 Athen Apartment

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis)
Pengertian Udh-hiyah
Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)

Keutamaan Qurban
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (lih. Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)
Hukum Qurban
Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat: