Wednesday 30 November 2011

Tawakkal

Ngajikok Sabtu 26 November 2011 oleh Bapak Irfan Khalish di Hopeland Apartment.

“Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3)

 “Dan bertawakkal-lah kepada Allah Yang Maha Hidup, Yang tiada mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba Nya.” (Al Furqan: 58)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Al Anfal:2-4)
Pengertian

Secara etimologis tawakkal bermakna istislam (berserah diri). [1]

Makna Bertawakkal Kepada Allah

Ibnu ‘Abbas radhiyAllahu’anhuma mengatakan bahwa Tawakkal bermakna percaya sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. [2]
Imam Ahmad mengatakan, 
“Tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai keputus-asaan terhadap makhluk.” [2]
Ibnu Rojab Al Hanbali mengatakan,“Tawakkal adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya kepada Allah Ta’ala dalam memperoleh kemashlahatan dan menolak bahaya, baik urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan.” [2] 
Ibnu Abbas berkata, “Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke tengah bara api adalah: ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung’.” (HR. Bukhori) [2]

Bertawakkal Kepada Allah sebenar-benarnya


Rosululloh ShallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim) [2]

Imam Ahmad, beliau berkata: “Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal kepada Allah dalam bepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengetahui bahwa kebaikan (rizki) itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut.” (Tuhfatul Ahwadzi, 7/8) [2]


Umar bin Khattab ra melihat sekelompok orang yang sedang duduk-duduk di masjid setelah shalat Jum’at, lalu beliau mengingkari mereka sambil berkata:

لاَ يَقْعُدَنَّ أَحَدُكُمْ عَنْ طَلَبِ الرِّزْقِ، وَيَقُولُ: اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي، وَقَدْ عَلِمَ أَنَّ السَّمَاءَ لاَ تُمْطِرُ ذَهَباً وَلاَ فِضَّةً! إِنَّمَا يَرْزُقُ اللهُ النَّاسَ بَعْضَهُمْ مِنْ بَعْضٍ. أَمَا قَرَأْتُمْ قَوْلَ اللهِ تَعَالَى: (فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ)؟ (الجمعة: 10)

“Janganlah salah seorang diantara kamu menganggur (tidak mencari rizki) lalu hanya berkata: Ya Allah, berikan aku rizki. Padahal ia tahu bahwa langit tidak menurunkan hujan emas dan perak! Allah memberi rizki kepada orang dengan perantara orang lain (baca: muamalah). Tidakkah kalian membaca ayat (yang artinya): “Apabila telah ditunaikan shalat Jumat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Al-Jumu’ah (62): 10). [1]

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau di masjid seraya berkata, “Aku tidak mau bekerja sedikitpun, sampai rizkiku datang sendiri”. Maka beliau berkomentar, “Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi ShollAllahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku dalam bayang-bayang tombak perangku (baca: ghonimah)’. Dan beliau juga bersabda, ‘Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.’ (Hasan Shohih. HR.Tirmidzi). Selanjutnya Imam Ahmad berkata, “Para sahabat juga berdagang dan bekerja dengan mengelola pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita.” (Fathul Bari, 11/305-306) [2]

Seseorang berkata kepada Nabi ShollAllahu ‘alaihi wa sallam“Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?” Nabi bersabda, “Ikatlah kemudian bertawakkallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan Al Albani dalam Shohih Jami’ush Shoghir).
Dalam riwayat Imam Al-Qudha’i disebutkan bahwa Amr bin Umayah RadhiyAllahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rosululloh!! Apakah aku ikat dahulu unta tungganganku lalu aku berTawakkal kepada Allah, ataukah aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?’, Beliau menjawab, ‘Ikatlah untamu lalu bertawakkallah kepada Allah.” (Musnad Asy-SyihabQayyidha wa Tawakkal, no. 633, 1/368) [2]

Dikisahkan tentang Syaqiq Al-Karkhi bersama kawan karibnya Ibrahim bin Adham. Syaqiq yang merupakan seorang ahli ibadah dan zuhud berpamitan kepada Ibrahim bin Adham untuk perjalanan dagang yang cukup jauh dan lama. Namun baru beberapa hari, ia telah kembali sehingga Ibrahim heran dan bertanya tentang alasannya kembali dengan cepat sebelum menyelesaikan urusannya.
Syaqiq bercerita bahwa ketika ia sedang beristirahat di perjalanan dan memasuki tempat buang hajat ia melihat seekor burung yang buta dan lemah tak dapat terbang. Timbullah rasa iba pada dirinya sambil bergumam: “Dari mana burung ini akan mendapat makanan?” Tak lama berselang datanglah seekor burung membawa makanan dan memeberikannya kepada burung yang lemah tak beradaya itu. Hal ini diperhatikan oleh Syaqiq selama beberapa hari. Akhirnya Syaqiq berkata: “Sesungguhnya yang telah memberi rizki kepada burung butuh tak berdaya ini pasti mampu memberi rizki kepadaku.” Lalu ia memutuskan untuk kembali dan membatalkan perdagangannya.
Di sinilah Ibrahim bin Adham berkata: “Subhanallah Wahai Syaqiq! Mengapa engkau rela hanya menjadi burung yang buta dan lemah yang menanti bantuan burung lain? Mengapa engkau tidak ingin menjadi burung yang berusaha mencari makan dan kembali dengan bantuan untuk saudaranya yang lemah. Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah saw bersabda:

((اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى))
“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” Hadits shahih muttafaq alaih dari Ibnu Umar dan Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhum.
Syaqiq mencium tangan Ibrahim bin Adham lalu berkata: “Engkau guru kami wahai Abu Ishaq.”[1]

Ibnul Qayyim mengutip ucapan gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:


اَلْمَقْدُورُ يَكْتِنُفُهُ أَمْرَانِ: التَّوَكُّلُ قَبْلَهُ، وَالرِّضَا بَعْدَهُ، فَمَنْ تَوَكَّلَ عَلَى اللهِ قَبْلَ الْفِعْلِ، وَرَضِيَ بِالْمَقْضِيِّ لَهُ بَعْدَ الْفِعْلِ، فَقَدْ قَامَ بِالْعُبُوْدِيَّةِ.
“Sesuatu yang ditakdirkan itu dikelilingi oleh dua perkara: tawakkal sebelumnya dan ridha sesudahnya. Siapa yang bertawakkal kepada Allah sebelum berbuat dan ridha dengan ketentuan Allah setelahnya berarti ia telah menjalankan ubudiyah kepada Allah.” [1]


[1] Tawakkal dengan sebenarnya, Ust. Ahmad Sahal Hasan, Lc (www.dakwatuna.com)
[2] Buletin At-Tauhid, R. Indra Pratomo P. (www.muslim.or.id)

0 comments:

Post a Comment