Materi Ngajikok oleh Bapak Fikri Waskito tanggal 11 Februari 2012 di Athen Apartment 332.
Islam adalah Nikmat
Islam adalah Nikmat
Segala puji bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan kepada kita nikmat berupa Islam sebagai jalan hidup, dan Iman yang telah tertanam dalam hati kita. Tidak semua orang beruntung mendapatkan kenikmatan tersebut. Perjuangan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat Radhiyallaahu ‘Anhum pada 14 abad yang lalulah yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan menuju ke sebuah zaman yang cerah. Membimbing umat manusia menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Kita juga harus senantiasa berterima kasih dan mendoakan para ulama, ustadz, guru, dan orangtua kita yang telah menjadi sarana sampainya sebuah ajaran Islam yang indah ini kepada kita. Tanpa keberadaan beliau semua, belum tentu saat ini kita berada di atas kebenaran dan ketenteraman yang hakiki.
Jalan yang Panjang, Jalan yang Berliku
Islam telah sempurna setelah selesainya tugas Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Sebagaimana firman terakhir Allah Subhaanahu wa Ta’ala:
الْيَوْمَ أَكْمَلْت لَكُمْ دِينَكُمْ وَ أَتمَمْت عَلَيْكُمْ نِعْمَتى وَ رَضِيت لَكُمُ الاسلَمَ دِيناً
“Hari ini Aku sumpurnakan agamamu dan Kulengkapi nikmatku, dan Aku ridha kepadamu Islam sebagai agama.” (Al-Maidah:3)
Sehingga telah jelas bahwa pada hari tersebut, Islam telah sempurna. Islam telah menjadi sebuah jalan hidup yang berlaku sampai akhir zaman. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku melainkan wajib baginya untuk menunjukkan kebaikan yang dia ketahui kepada umatnya dan memperingatkan keburukan yang dia ketahui kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1844). Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda: “Tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh perintahkan kepada kamu kecuali aku telah memerintahkannya, dan tidak pula aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh Ta'âla larang kepada kamu kecuali aku telah melarangnya” (HR Baihaqi, Shahih). Bahkan Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga menggarisbawahi, “Tidaklah tersisa sesuatu pun yang bisa mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, melainkan telah dijelaskan kepada kamu.”. (Hadits Shahîh. Lihat penjelasannya di dalam Ar-Risâlah karya Imam Syâfi’i, hal 93 Ta’lîq Syaikh Ahmad Syâkir. Dinukil dari ‘Ilmu Ushûlil Bida’, hlm 19.)
Sehingga betapa telah jelasnya kesempurnaan agama Islam yang mencakup seluruh sendi kehidupan, mulai dari hubungan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, hubungan kepada sesama manusia, sampai hal-hal kecil. Kita telah diberi tuntunan, dan kita tinggal mengikutinya.
Namun tentu kita semua telah mengetahui, bahwa semurni apapun suatu benda, jika semakin jauh dari sumbernya, maka semakin banyak pula kemungkinan benda tersebut ternodai. Layaknya air yang masih murni dari sebuah mata air, tentulah kemurniannya tidak sama jika kita mendapatinya di hilir.
Begitu pula dengan ajaran Islam. Ketika kita melihat kondisi umat Islam akhir-akhir ini, betapa banyak perpecahan yang terjadi. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melalui Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallaahu ‘Anhu:
عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .
Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.” (HR Abu Dawud, Hasan)
Hal itu terjawab ketika kita melihat kondisi masyarakat Islam saat ini. Ada begitu banyak kelompok-kelompok yang saling menyerang satu sama lain. Tidak sedikit dari kelompok tersebut yang menambah-nambahkan syariat Islam yang telah sempurna ini, yang terkadang berasal dari kebiasaan nenek moyang mereka. Dan semua mengklaim kebenaran dari ajaran mereka masing-masing. Sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan.
Bahkan tidak jarang, tambahan syariat yang dilaksanakan itu justru mengarah kepada kesyirikan. Padahal kita sendiri mengetahui, bahwa syirik merupakan dosa terbesar dari manusia. Dakwah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah dakwah tauhid, yang memerintahkan manusia untuk hanya beribadah dan menghambakan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Ada yang mengaku sebagai Nabi, ada yang melecehkan para sahabat, ada yang mengubah syari’at-syariat. Begitu banyak penyimpangan yang terjadi.
Tentulah perpecahan ini akan membingungkan umat Islam. Manakah yang benar, manakah yang harus diikuti. Manakah yang membawa manusia kepada keselamatan. Namun Allah telah berfirman:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada pemimpin) meskipun (yang mempimpin kalian adalah) seorang budak habasyi. Sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup (sepeninggalku) niscaya dia akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa di antara kalian yang menjumpai hal itu maka hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham.” (HR. Abu Daud no. 4607 dan At-Tirmizi no. 2676)
Pentingnya Tarbiyah dan Tashfiyah
Melihat hal tersebut, kita menyadari betapa pentingnya tashfiyah (pemurnian) selain tarbiyah (pembinaan). Betapa pentingnya kita selalu kembali kepada ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dalam membina dan menyebarkan agama ini. Tarbiyah merupakan kewajiban kita, namun tentu jangan sampai kita menyampaikan sesuatu yang salah. Kita harus selalu menyampaikan sesuatu yang murni dari Islam.
Menyampaikan perkara agama merupakan perkara yang berat. Membina orang di sekitar kita mengenai agama merupakan perkara yang berat. Kita harus mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim no:2674, dari Abu Hurairah)
Ketika kita melaksanakan sesuatu dan menyampaikan sesuatu yang tidak berasal dari Islam, namun mengaku hal tersebut merupakan bagian dari Islam, tentu hal tersebut akan menjadi tabungan dosa kita. Tentu kita tidak pernah menginginkan hal tersebut terjadi. Tentulah kita ingin menyeru kepada petunjuk, dan kita mendapatkan tabungan pahala karena orang-orang tersebut mengikuti kita. Bukan malah mendapatkan tabungan dosa.
Apakah Pemurnian tersebut Memang Perlu?
Barangkali kita nanti akan mendengarkan pendapat, apakah pemurnian tersebut memang perlu? Bukankah Allah Subhaanahu wa Ta’ala itu Maha Penyayang? Bukankah kita melakukan hal tersebut hanya karena kecintaan kepada Allah? Bukankah kami mempersembahkan semua macam Ibadah kami hanya kepada Allah? Bukankah yang penting adalah niatnya?
Tentu saja jawabannya, kemurnian itu merupakan hal yang penting. Tentu kita tentu mengetahui bahwa segala Ibadah yang tidak berasal dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala, maka akan tertolak. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengadakan sesuatu yang baru dalam agama kami padahal ia tidak ada asalnya (dalam agama) maka sesuatu itu tertolak.”
Dalam riwayat yang lain:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak termasuk dalam urusan agama kami, maka hal itu tertolak.”
Sehingga semangat dan niat saja tidak cukup bagi kita untuk melaksanakan Ibadah. Kita juga harus tahu cara yang benar untuk melaksanakannya. Di sinilah kita melihat betapa pentingnya tashfiyah selain tarbiyah. Pemurnian syariat harus senantiasa ditekankan saat kita membina dan mengajarkan Islam kepada orang di sekitar kita.
Pernah datang tiga orang menanyakan aktivitas ibadah Beliau di rumah. Mereka tidak bertemu dengan Nabi, lantas mereka bertanya kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'anha tentang ibadah Beliau. Setelah diberitahukan, mereka merasa ibadah beliau itu hanya sedikit. (ibadah yang mereka kerjakan terlalu sedikit).
Mereka berkata: "Dimanakah kedudukan kami dibanding dengan Nabi!? Padahal beliau telah diampuni dosa-dosa beliau yang lalu maupun yang akan datang."
Maka salah seorang dari mereka berkata: "Aku akan shalat malam terus menerus, tanpa tidur."
Yang lain berkata: "Aku akan puasa terus menerus tanpa berbuka." Dan yang lain berkata: "Aku tidak akan menikah selama-lamanya."
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi mereka seraya mengatakan :
أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّي لأَخْشَاكُمْ للهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ؛ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Kaliankah yang mengatakan begini dan begini? Adapun diriku, demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa kepadaNya, tetapi aku berpuasa, juga berbuka. Aku shalat dan aku juga tidur dan aku menikahi wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku. (Muttafaqun 'alaihi).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegur keras tiga orang tadi, lantaran keinginan mereka untuk keluar dari batas-batas keseimbangan dan keadilan. Walaupun niat atau tujuan mereka baik, yaitu meningkatkan kualitas diri, namun cara mereka salah. Cara tersebut akan mengeluarkan mereka dari garis fitrah yang lurus. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun langsung memberikan teguran dan peringatan yang keras seraya berkata: "Barangsiapa membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku."
Marilah kita kembali kepada sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kehidupan kita. Karena hanya itulah yang menjamin keselamatan kita di dunia dan akhirat.
Wallâhul Waliyyut Taufîq. Semoga kajian ini bermanfaat untuk kita semua, terutama untuk penyusun sendiri.
(Disusun oleh Fikri, di Athen 234, 12 Februari 2012, 4.10 PM)
Sumber dan Rujukan:
- Kesempurnaan Islam dan Konsekuensinya http://majalah-assunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=269&Itemid=98
- Syarah Aqidah Ahulus sunnah Wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawwas, 2006.
- Menuju Perbaikan Umat http://muslim.or.id/manhaj/menuju-perbaikan-umat.html
- Tashfiyah dan Tarbiyah menuju Kejayaan Umat http://pengusahamuslim.com/tashfiyah-dan-tarbiyah-jalan-menuju-kejayaan-umat
- Keseimbangan dan Kemudahan dalam Islam http://almanhaj.or.id/content/2973/slash/0
0 comments:
Post a Comment