Materi Ngajikok oleh Bapak Fikri Waskito tanggal 24 Maret 2012 di Athen Apartment 332
Islam Mengajarkan Akhlak Mulia
Islam Mengajarkan Akhlak Mulia
Segala puji bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan kepada kita nikmat berupa Islam sebagai jalan hidup yang sempurna sebagai tuntunan hidup manusia. Salah satu tanda kesempurnaan Islam adalah betapa Islam memperhatikan Akhlak seorang muslim.
Di antara tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi Wasallam, selain untuk menegakkan tauhid di muka bumi, adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda beliau,
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Al-Hakim dan dinilai sahih oleh beliau).
Islam menjelaskan akhlak seorang muslim secara terperinci dan menyeluruh. Bagaimanakah akhlak seorang muslim kepada Rabb-nya, keluarganya, tetangganya, bahkan kepada hewan dan
tetumbuhan sekalipun. Hal ini merupakan tanda bahwa Islam memperhatikan akhlak sedemikian baik.
Sehingga seorang muslim hendaknya selalu memperhatikan akhlaknya. Selalu menuntut ilmu untuk mengetahui dan mengamalkan akhlak yang mulia. Dan menghindari akhlak yang tidak terpuji. Karena betapa besar berat akhlak di timbangan di hari akhir nanti, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu‘alaihi Wasallam dari Abu Ad-Darda` Radhiyallaahu ‘anhu :
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seorang yang keji lagi mengucapkan ucapan yang jelek.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Daud)
Kekuatan akhlak mulia dalam menarik hati masyarakat untuk menerima dakwah Islam sangatlah besar. Telah banyak bukti sejarah yang membenarkan hal itu, mulai dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sampai zaman ini.
Di antara contoh nyata kekuatan akhlak adalah: sejarah masuknya Islam ke bumi pertiwi. Terlepas dari polemik panjang kapan Islam masuk ke Indonesia, para ahli sejarah yang berbicara tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia, mereka semua sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia bukan dengan pedang (baca: kekerasan). Namun Islam bisa diterima oleh masyarakat Indonesia karena mereka sangat tertarik dengan mulianya budi pekerti para pembawa Islam saat itu, sehingga mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam dalam waktu kurang dari satu abad, karena takjub dengan keindahan akhlak yang diajarkan Islam
Sebagai seorang muslim yang baik, tentulah kita harus melaksanakan Islam secara keseluruhan. Baik itu Aqidah, Ibadah kepada Allah, amalan hati, penampilan, dan akhlak mulia. Tidak ada yang menjadi inti dan kulit dalam Islam. Semua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang harus dilaksanakan demi mendapat ridho Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Hasad, Api Pemakan Kebaikan
Salah satu akhlak yang harus kita hindari adalah hasad. Perlu diketahui bahwa iri, dengki atau hasad –istilah yang hampir sama- adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain. Asal sekedar benci orang lain mendapatkan nikmat itu sudah dinamakan hasad, itulah iri. Sifat ini merupakan sifat yang pertama kali dimiliki oleh Iblis dan sangat mungkin dimiliki oleh seluruh manusia, tanpa terkecuali.
Contoh hasad, misalnya tetangga kita memiliki kelebihan harta benda, anak atau istri yang cantik jelita, kedudukan dan nama baik di masyarakat, lalu kita iri dan dengki kepadanya, baik berusaha untuk merusaknya ataupun tidak. Rasulullah memenjauhi sifat ini. Karena sifat ini bagaikan Api yang membakar kebaikan kebaikan yang kita miliki. Sebagaimana sabda beliau:
يَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ. رواه أبو داود
“Jauhkanlah diri kalian dari dengki, karena dengki akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud)
Hasad itu Tidak Menguntungkan, Justru Merugikan
Patut kita renungkan bersama bahwa rasa iri sebenarnya tidak pernah ada untungnya sama sekali. Yang ada hanya derita di dalam hati. Orang yang hasad pada saudaranya sama saja tidak suka pada ketentuan atau takdir Allah. Karena orang yang hasad tidak suka atas ketentuan Allah pada saudaranya. Padahal Allah yang menakdirkan saudaranya jadi kaya, saudaranya punya kedudukan, saudaranya sukses dalam bisnis, dan lainnya. Orang yang hasad sama saja menentang ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az Zukhruf: 32). Padahal Allah yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk hamba-Nya.
Orang yang hasad menderitakan berbagai kerugian. Jika orang yang ia hasad terus mendapatkan nikmat, hatinya akan semakin sedih dan terus seperti itu. Bulan pertama, ia hasad karena omset saudaranya meningkat 50 %, ini kesedihan pertama. Jika bulan kedua meningkat lagi, ia pun akan semakin sedih. Begitu seterusnya, orang yang hasad tidak pernah mendapatkan untung, malah kesedihan yang terpendam dalam hati yang ia peroleh waktu demi waktu.
Hasad dapat Mengakibatkan Dosa Lain
Hasad, apabila mulai ada dalam diri kita akan memunculkan penyakit-penyakit lainnya, yaitu kibr (sombong), ghibah (menggunjing) dan namimah (menyebar fitnah, kabar bohong, adu domba). Dosa-dosa lisan tersebut sangat berat konsekuensinya. Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan kita. Apakah banyak kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun malah terjerumus ke dalam dosa dan maksiat.
Dengan tertanamnya rasa hasad dalam hati kita, maka kemungkinan bagi kita untuk melakukan dosa-dosa lisan itu sangat berat. Padahal kita mengetahui bahwa sombong dapat menjauhkan kita dari surga. Dan menggunjing dan menyebar kabar bohong tersebut bagaikan memakan bangkai saudara kita sendiri.
Yang lebih parah, hasad dapat mengakibatkan ‘ain. ‘Ain itu diambil dari kata ‘ana-Ya’inu (bahasa Arab) artinya apabila ia menatapnya dengan matanya. Asalnya dari kekaguman orang yang melihat sesuatu, kemudian diikuti oleh jiwanya yang keji, kemudian menggunakan tatapan matanya itu untuk menyampaikan racun jiwanya kepada orang yang dipandangnya.
Karena itu saat kita menatap sesuatu, walau awalnya kagum, namun jika kita tidak berhati-hati maka akan dapat menimbulkan penyakit ‘ain. Sehingga saat kita takjub terhadap sesuatu, maka hendaknya kita:
1. Medoakan keberkahan pada apa yang dilihatnya
Dari Amir bin Robi’ah Radhiyallaahu ‘anhu:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Rasullullah Shallallaahu’alaihi Wa sallam bersabda : “Jika salah seorang dari kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, pada dirinya atau pada hartanya, maka doakan keberkahan padanya, karena sesungguhnya penyakit ain itu haq (benar)”. (HR Ahmad).
Di antara cara mendoakan keberkahan terhada apa yang dilihatnya adalah :
بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ
“Ya Allah Semoga Allah memberikan berkah padanya”
اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَيْهِ
“Ya Allah berkahilah atasnya”
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُ
“Ya Allah berkahilah baginya”
2. Hendaklah mengucapkan:
مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Sungguh atas kehendak Allahlah semua ini terwujud”
Hal ini didasari firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Kahfi ayat 39. Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan :”Ketika engkau masuk suatu kebun dan kau merasa takjub akan keindahannya,mengapa engkau tidak memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadamu seperti nikmat harta dan anak keturunan yang tidak diberikan kepada selain engkau dan mengapa kamu tidak mengucapkan masya’Allah la quwwata illa billah.
Kisah Orang yang Mendapatkan Surga karena Meninggalkan Ghibah
Betapa agung dan beratnya meninggalkan hasad, sehingga salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang meninggalkan hasad sampai dijanjikan surga
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.
Esok harinya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.
Besok harinya lagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.
Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengizinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’
Dia menjawab, ‘Silakan!’
Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.
Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik.’
Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga.’ Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.
Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’
Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.’
Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.”.
Apakah Semua Hasad Terlarang?
Adapun ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, maka ini tidak mengapa. Hasad model kedua ini disebut oleh para ulama dengan ghibthoh. Yang tercela adalah hasad di mana kita menginginkan hilangnya nikmat tersebut tadi. Bagaimanakah bentuk ghibtoh atau iri yang dibolehkan?
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi Wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR Bukhori dan Muslim)
Bagaimana Bila Hati sudah Terlanjur Hasad?
Hasad tentulah dapat timbul di hati kita kapanpun itu. Agar kita tidak terjerumus dalam penyakit hati yang satu ini, maka ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan, di antaranya:
Pertama: Pertebal iman dan rasa yakin pada takdir Allah Subhaanahu wa Ta’ala, tentu saja dengan terus menambah ilmu.
Orang yang hasad berarti ia menentang takdir dan ketetapan Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Setiap manusia yang lahir ke dunia, telah Allah tetapkan rezekinya. Dan sesungguhnya Allah membagi rezekidan nikmat-Nya dengan ilmu-Nya. Dengan hikmah-Nya Allah Memberi kepada siapa saja yang Dia hendaki, dan dengan keadilan-Nya Dia tidak memberi kepada siapa saja yang Dia hendaki.
Kedua: Mengingat akibat hasad yang berdampak di dunia maupun di akhirat.
Ketiga: Selalu bersyukur dengan yang sedikit. Nabi Shallallahu‘alaihi Wasallam abersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad)
Mari kita pupuk rasa qona’ah dan syukur dalam diri kita. Jangan sampai kita resah dengan sesuatu yang memang bukan untuk kita. Apa yang diberikan Allah untuk kita, itulah yang terbaik. Apa yang tidak diberikan Allah, bisa jadi memang bukan hal yang kita butuhkan, bahkan bisa menimbulkan kemudharatan bagi kita. Kita memohon kepada Allah agar hati, lisan dan badan yang senantiasa bersyukur atas nikmat-Nya. Kita memohon pula agar Allah Ta’ala menjadikan hati kita ridha dengan takdir-Nya.
Keempat: Selalu memandang orang yang di bawahnya dalam masalah dunia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu‘alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik [atau kenikmatan dunia lainnya], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kelima: Banyak mendoakan orang lain yang mendapatkan nikmat dalam kebaikan karena jika kita mendoakannya, kita akan dapat yang semisalnya. Rasulullah Shallallahu‘alaihi Wasallam bersabda,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan do’anya kepada saudarany). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim)
Setelah mengetahui hal ini, masihkah ada iri pada saudara kita? Semoga Allah Ta’ala memberi taufik untuk terhindar dari penyakit yang satu ini
Wallâhul Waliyyut Taufîq. Semoga kajian ini bermanfaat untuk kita semua, terutama untuk penyusun sendiri.
(Disusun oleh Fikri, di HVRL, 26 Maret 2012, 11.50 AM)
Sumber dan Rujukan:
- Barometer Akhlak Mulia http://tunasilmu.com/barometer-akhlak-mulia.html
- Berakhlak yang Mulia dan Berakidah yang Benar, http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2010/05/05/berakhlak-mulia-dan-berakidah-yang-benar/
- Mengapa Hati ini Masih Merasa iri http://rumaysho.com/belajar-islam/akhlak/3044-mengapa-hati-ini-masih-merasa-iri.html
- Menjadi Penghuni Surga karena Tidak Hasad http://kisahmuslim.com/menjadi-penghuni-surga-karena-tidak-hasad/
- Ketika Hasad Menyerang http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/ketika-hasad-menyerang.html
0 comments:
Post a Comment