Monday, 31 December 2012

PRODUK HALAL DI THAILAND

Oleh :
Hendri Wasito


Prinsip Halal dan Haram Dalam Islam
Ketentuan halal dan haram merupakan salah satu hak Allah yang harus ditaati oleh manusia. Sebagai landasan dalam penentuan halal dan haram umat Islam berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah. Sumber utama yang harus dijadikan patokan pertama adalah Al-Quran. Kemudian sumber kedua adalah Hadis. Apabila tidak ada dalil yangb menjelasakan secara rinci dan tegas dalam al-Quran dan hadist maka diperbolehkan Ijtihad.
Berkaitan dengan halal dan haram, Imam Yusuf Al Qardhawy menjelaskan beberapa prinsip ajaran Islam diantaranya;

  1. Asal setiap sesuatu adalah mubah.Landasan hukumnya dalam Al-Quran;
“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al- Baqarah : 29)
“ Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS Al – Jatsiyah : 13)
“ Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS Lukman : 20)

  1. Menentukan halal haram merupakan hak Allah SWT
“ Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?" (QS Yunus : 59)
“ Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al-an’am : 119)

  1. Apa yang membawa kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram.
  2. Bersiasat kepada yang haram, hukumnya adalah haram.
  3. Menjauhkan diri dari yang syubhat karena takut terlibat dalam haram (saddu al-dzari’ah)
  4. Niat baik tidak dapat melepaskan keharaman
  5. Keadaan yang terpaksa/ darurat memperbolehkan (tidak berarti menghalalkan) yang haram

Sebenarnya jenis barang yang diharamkan sangatlah sedikit dibanding yang halal. Karena itu para ulama membuat kaedah al-ash fil asya’al ibabah batta’ yadullad dalil’ala tabrimih. Segala sesuatu hukum asalnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Namun melalui industrialisasi modern kapitalisme yang berasas al-ghoyah tubarrir al-washilah (tujuan mengahalalkan cara) dan berprinsip zero wasting (sampah nol), yang sedikit itu justru menjadi sangat fungsional. Dalam bahasa lain, bahan haram yang minoritas ini menjadi dominan terhadap barang halal yang mayoritas.
”Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepadanya saja kamu menyembah” (Q.S. Al Baqarah : 172)
Dalam Al-Quran juga diperintahkan untuk memakan makanan yang Halal dan Thoyib (baik). Beberapa rambu-rambu yang membatasi adalah makanan yang diharamkan yaitu bangkai, babi, darah, hewan yang mati tidak wajar dan binatang yang disembelih tanpa nama Allah dan khamr.
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu, dan janganlah kamu melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya” (Q.S. Al-Maidah : 87-88)
”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu ihram, dan bertakwalah kepada Allah yang kepadaNya kamu akan dikumpulkan” (Q.S. Al-Maaidah : 96)
”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya, dan(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala...” (Q.S. Al-Maidah : 3)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).
“Setiap yang memabukkan adalah haram. Segala sesuatu yang jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu bisa memabukkan maka mengkonsumsi sedikit hukumnya haram.” (HR. Ibn Majah dan disahihkan Al-Albani).
Seperti yang kita ketahui pedoman Al-Quran dan Hadist di atas berlaku untuk segala produk yang dikonsumsi oleh manusia baik obat maupun makanan. Imam Nawawi menjelaskan bahwa para ulama fiqih pendukung madzhab Syafi’i menegaskan standar darurat ialah timbulnya kekhawatiran akan kematian jika tidak dilakukan. Demikian pula Imam Suyuthi mendefinisikannya sebagai kondisi yang jika tidak dilakukan akan mati atau dekat kematian. Kondisi darurat adalah respon reaktif yang bisa menjadi landasan penentuan hukum ketika manusia berada dalam kondisi terdesak. Sayangnya status darurat ini sering menjadi tempat berlindung seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu yang haram.
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An Nahl : 115)

Regulasi Terkait Produk Halal oleh Central Islamic Committee of Thailand
Untuk menjamin kelancaran dan efisiensi urusan Halal Manajemen, dan untuk mengatur ukuran dan kontrol kualitas produk Halal dan penggunaan Logo Halal, Komite Islam Pusat Thailand telah mengeluarkan sebuah peraturan yang disahkan tanggal 21 Januari 2009 berupa Regulation of the Central Islamic Committee of Thailand Concerning Halal Affair Operation of B.E 2552.
Komite Pusat Islam Thailand secara resmi telah mengeluarkan logo Halal dan terdaftar secara hukum / trademark, dan telah diizinkan untuk menggunakan logo tersebut pada produk, iklan produk atau urusan lain yang memiliki simbol yang dibaca sebagai "Halal", dan ditulis dalam bahasa Arab sebagai “حلآل” dalam bentuk berlian bingkai berlian, dengan latar belakang garis-garis vertikal dan pada bawah bingkai dalam garis paralel ada tulisan  "The Central Islamic Committee of Thailand" atau "CICOT" dan di bawah garis parallel ada sebuah kata "CICOT.HL. .... (kode produk) .... "dalam bahasa Thai, bahasa Arab atau Bahasa Inggris.
Produk Halal berarti produk baik  alami atau produk yang dibuat sesuai dengan proses standar Halal, termasuk manufaktur, jasa, pendistribusian yang tidak bertentangan dengan Prinsip Islam. Komite telah mengeluarkan ketentuan untuk mengeluarkan sertifikasi Halal dan pemohon sertifikasi Halal harus mengikuti ketentuan tersebut. Selain itu juga, Komite telah mengeluarkan beberapa ketentuan terkait proses dan prinsip untuk mendapatkan sertifikasi Halal yang harus dipenuhi baik oleh pemohon yang akan memproduksi produk halal, tempat pemotongan hewan, dan pengusaha restoran Halalatau Katering.
Untuk produsen yang akan memproduksi produk Halal, semua peralatan yang digunakan untuk produksi harus bersih sesuai dengan pinsip Islam dan harus tidak menggunakan peralatan secara bersamaan untuk sesuatu yang dilarang sesuai prinsip Islam; bahan baku atau campura makanan atau bahan lainnya harus bersumber jelas dan diakui kehalalannya dan atau tidak bercampur dengan bahan yang dilarang sesuai prinsip Islam; jika dalam proses produksi menggunakan bahan dari hewan haruslah yang diperbolehkan sesuai prinsip Islam dan bersih sesuai prinsip Islam; proses pengawetan, transportasi dan penjualan produk harus tidak bercampur dengan bahan yang dilarang oleh prinsip Islam.
Rumah pemotngan hewan yang akan mensertifikasi Halal harus mengikuti ketentuan bahwa orang yang menyembelih hewanharuslah seorang muslim yang baik dan sehat; hewan yang akan disembelih haruslah hewan yang diperbolehkan oleh prinsip Islam; proses transportasi hewa yang akan disembelih harus tidak bercampur dengan hewan yang dilarang dalam prinsip Islam; sebelum penyembelihan, penyembelih harus tidak boleh menganiaya hewan; penyembelih harus menggunakan alat yang tajam ketika menyembelih;nama Allah harus disebutkan ketika menyembelih hewan dengan mengucapkan “Bismillah, AllahuAkbar”; penyembelih harus menghadapkan wajahnya kea rah Qiblat; proses penyembelihan harus langsung dalam sekali proses tanpa menyiksa hewan; teggorokan, kerongkongan dan dua saluran darah di leher harus terpotong sekaligus; kematian hewan harus hanya karena penyembelihan; setelah penyembelihan, hewan harus benar-benar mati sebelum diroses selanjutnya; proses pengawetan, transportasi dan penjualan harus tidak bercampur dengan sesuatu yang dilarang dalam prinsip Islam.
Restoran Halal dan pengusaha catering harus memenuhi ketentuan: bahan dan alat yang digunakan untuk makanan dan jasa harus sesuai dengan prinsip Islam; Chef atau supervisor pemasak harus orang Muslim; Tempat memasak tidak boleh bercampur dengan tempat memasak bahan yang dilarang dalam prinsip Islam; pengwetan, transportasi dan penjualan harus tidak bercampur dengan sesuatu yang dilarang dalam prinsip Islam; proses pencucian wadah memasak atau dapur harus terpisah dari wadah yang digunakan untuk bahan yang dilarang dalam prinsip Islam.
Sedangkan untuk pengusaha atau distributor yang akan meminta sertifikat daging yang diimport atau produk Halal harus mengikuti ketentuan: importer daging atau produk dengan sertifikat Halal dari produsen dan sertifikat Halal yang asli harus disertakan untuk pertimbangan; jika tidak ada sertifikat Halal atau ada namun tidak terpercaya, the Halal Affairs Department  harus melakukan inspeksi terkait prosedur regulasi atau meakukan inspeksi langsung ke sumber produksi.
Adapun bahan yang dilarang sesuai prinsip Islam untuk digunakan dalam produk Halal meliputi : untuk binatang seperti babi, anjing dan binatang yang lahir darinya, keledai, gajah dan bagal (mule), binatang darat dengan gigi taring seperti harimau, singa, kucing, burung dengan cakar seperti elang dan rajawali, hewan yang mengandung racun atau berpenyakit seperti tikus, lipan, kalajengking dan binatang sejenisnya, binatang yang tidak diperbolehkan dibunuh sesuai ketentuan Islam seperti semut, tawon, dan woodpecker, binatang yang menjijikan seperti lalat dan sejenisnya, binatang yang ketika menyembelihnya tidak menyebut asma Allah, binatang yang mati sendirinya tanpa penyembelihan atau disembelih tidak sesuai prinsip Islam, binatang yang tercekik atau dipukul hingga mati, binatang yang mati karena terjatuh, tertusuk tanduk, dan mati karena dimakan hewan karnvora; darah semua jenis hewan; sema jenis tanaman beracun; dan makanan dan minuman dengan alcohol, atau campuran yang memabukkan.

Permintaan sertifikasi Halal dan logo Halal dapat dari produsen produk Consemer; bisnis pemotongan hewan; jasa makanan, minuman, dan jasa catering; produk halal, produk olahan, bahan baku, campuran dan / atau importer daging;dan juga produk yang akan dieksport. Permintaan Sertifikasi Halal dan Logo Halal berlaku tidak lebih dari satu tahun dan dapat diperpanjang kembali 60 hari sebelum massa berakhir, dan apabila lebih dari 60 hari dari massa sertifikasi Halal berakhir tidak mengajukan  perpanjangan maka sertifikasi Halal produk tersebut akan dicabut. Instansi yang telah memperoleh sertifikasi Halal harus bersedia diaudit dan menjaga produk atau jasanya sesuai ketentuan yang dikeluarkan oleh the Halal Affairs Department Committee.
Adapun orang yang menerima sertifikasi Halal atau berwenang untuk menggunakan logo Halal jika sertifikasi  Halal dicabut sesuai dengan keputusan Komite karena melanggar ketentuan yang telah dikeluarkan harus melakukan perbaikan sesuai instruksi komite dalam waktu 30 hari setelah peringatan, hukuman atau pinalti dapat berupa ia tidak memiliki hak untuk meminta sertifikasi atau Logo Halal selama minimal 1 tahun atau bahkan tidak akan diberi serifikasi Halal selamanya. Komite juga akan mengumumkan sertifikasi, pencabutan sertifikasi dan melakukan sosialisasi ke masyarakat. Pemohon yang sertifikasi Halalnya dicabut atau permintaan untuk pembatalan Logo halal harus menghapus logo Halal dari produk yang beredar dipasar dalam waktu 90 hari.

REFERENSI

  • Wasito, H. dan Herawati, D.(2008) Etika Farmasi dalam Islam. Graha Ilmu. Yogyakarta.
  • The Central Islamic Committee of Thailand (2009) Regulation of the Central Islamic Committee of Thailand Regarding Halal Affair Operation of B.E. 2552.
  • Beberapa sumber lainnya yang tidak disebutkan dalam makalah ini.

0 comments:

Post a Comment