Ngajikok Sabtu, 1 Oktober 2011
Pemateri: Bapak Seno Purnomo
Syubhat artinya samar, kabur, atau tidak jelas. Penyakit syubhat yang menimpa hati seseorang akan merusakkan ilmu dan keyakinannya. Sehingga jadilah “perkara ma’ruf menjadi samar dengan kemungkaran, maka orang tersebut tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. Bahkan kemungkinan penyakit ini menguasainya sampai dia menyakini yang ma’ruf sebagai kemungkaran, yang mungkar sebagai yang ma’ruf, yang sunnah sebagai bid’ah, yang bid’ah sebagai sunnah, al-haq sebagai kebatilan, dan yang batil sebagai al-haq”. [Tazkiyatun Nufus, hal: 31, DR. Ahmad Farid]
Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah penyebab fitnah ini adalah lantaran lemahnya iman seseorang dan sedikitnya ilmu yang dimilikinya disamping niat yang rusak dan gelora mengikuti hawa nafsu yang membara dalam jiwanya. (Ighatsatul Lahfan 2/584).
1. Syubhat di dalam keimanan kepada Allah
a. Beriman kepada Allah, tetapi juga beribadah kepada sesembahan yang lain
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan adalah manusia itu selalu tidak berterima kasih”. (QS. Al Israa’ :67)
“Buatlah untuk kami suatu tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan (berhala).” (QS.Al A’raaf:138).
Dan ucapan beberapa sahabat:
( اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ )
“Buatlah untuk kami dzaatu anwaath (nama sebuah Pohon).”
Mendengar ucapan itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu bersumpah, bahwasanyaucapan bani Israil “buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala).”
ucapan itu serupa dengan
b. Syubhat dalam nama dan sifat Allah
· Tidak boleh ada Penyimpangan (tahrif), Penolakan (ta’thil), Pembahasan bagaimana bentuk nama dan sifat Allah (takyif), Menyamakan Allah dengan makhluk-Nya
· Jumlah sebenarnya dari asma’ul husna adalah tidak diketahuidan tidak dibatasi dengan bilangan. Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki asma’ dan sifat yang hanya Dia sendiri yang mengetahui dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Nya. Malaikat yang dekat dan Nabi yang diutus tidak ada yang mengetahuinya sebagaimana dalam hadits shahih,
“Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh asma’-Mu yang Engkau telah namakan untuk diri-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau ajarkan kepada seseorang diantara makhluk-Mu atau masih dalam rahasia ghaib pada-Mu yang hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya” (HR. Ahmad I/391, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Takhrij al Kalimatuth Thayyib)
Adapun sabda Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam,
“Inna lillaHi tis’atan wa tis’iinasman mi-atan illa waahidan man ah-shaaHaa dakhalal jannaH” yang artinya “Sesungguhnya Allah memiliki 99 asma’, seratus kurang satu, barangsiapa yang menghitungnya niscaya ia masuk surga” (HR. al Bukhari, Muslim, at Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya)
Hadits ini adalah satu jumlah, dan sabda beliau, “Barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke dalam Surga”. Ini adalah sifat, bukan kalimat yang menunjukkan masa yang akan datang, maksudnya Dia memiliki asma’ yang terhitung, barangsiapa yang dapat menghapalnya niscaya dia akan masuk surga.
Namun hal ini tidak menafikan kalau dia memiliki asma yang lainnya.
Lajnah Daa-imah yang dipimpin oleh Syaikh bin Baz juga telah memberikan fatwa (no. 3862/1401 H) bahwasannya bukanlah yang dimaksud hadits ini bahwa asma’ Allah hanya 99 saja, karena susunan kalimatnya tidak menunjukkan makna hasr (pembatasan), namun yang dimaksud adalah pemberitahuan dari Allah Ta’ala tentang beberapa keistimewaan asma’ Allah dan penjelasan besarnya balasan bagi yang menghapalnya. Dan yang memperkuat pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaHu ‘anHu (telah disebutkan haditsnya di atas).
2. Syubhat di dalam keimanan kepada Malaikat
a. Nama nama malaikat
- Jibriil (جبريل)
Allah ta’ala berfirman :
“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula” [QS. At-Tahriim : 4].
Jibriil ‘alaihis-salaam juga disebut sebagai Ar-Ruuh, sebagaimana firman-Nya :
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruuh (Jibriil) dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan” [QS. Al-Qadar : 4].
Juga sebagai Ar-Ruuhul-Amiin, sebagaimana firman-Nya :