Bagaimana Istiqamah setelah Ramadhan

Yuk, gali lebih dalam menganai bagaimana istiqamah setelah bulan Ramadhan :)

Pengaruh Makanan Halal dan Haram

Ketahui dalil-dalil mengenai pengaruh makanan halal dan haram bagi kita..

Berobat dalam Islam

Bagaimana sih, berobat menurut Islam?

Sabar, Syukur, dan Istighfar

Kunci kebahagiaan.. :)

Petugas Kajian

Yuk, kita tengok. Siapa saja pemateri, pembaca tafsir, moderator, petugas kebersihan, dan petugas konsumsi?

Thursday, 29 December 2011

ETOS KERJA DALAM PERSFEKTIF ISLAM

Materi ngajikok sabtu 10 Desember 2011 di Athen Apartment 216 oleh Bapak Dwi Joko Suroso.

Oleh : H. Jazuli Suryadhi, S.Ag, M.SI.* 

Sering muncul pernyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki etos kerja yang rendah. Secara sosiologis kita harus mengakui bahwa umat Islam merupakan bagian terbesar dari bangsa ini. Bertolak dari realita ini, umat Islam Indonesia dengan ajaran Islamnya merupakan kelompok yang pertama kali bertanggungjawab terhadap pembinaan dan pengembangan etos kerja bangsa tercinta. 

Etos kerja yang rendah ini, ber-implikasi menempatkan umat Islam termarjinalisasi dalam ekonomi. Kelompok terbesar dari bangsa ini sering dikalahkan dalam bidang ekonomi oleh kelompok minoritas tanpa rnelalui perebutan kekuasaan,tetapi cukup melalui solidaritas antara sesama mereka. Untuk melakukan perbaikan ekonomi ini, etos kerja yang tinggj perlu dimiliki, di samping peningkatan sumber daya manusia dan ukhuwah islamiyah.

Saturday, 24 December 2011

Saya Tidak Tahu



Materi Ngajikok 24 Desember 2011 oleh Bapak Fikri Waskito di Athen Apartment 216
 

Menuntut Ilmu itu Wajib

Tidak diragukan lagi, bahwa di kehidupan dunia -yang bersifat sementara- ini, ilmu Agama menjadi sesuatu yang selalu melekat dalam kehidupan kita sehari-hari. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Subhaanahu wa Ta’ala, tentulah harus selalu menyadari mengapa dia diciptakan. Dan harus selalu mencari tahu bagaimana caranya agar dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Karena itulah, manusia harus memiliki keinginan untuk mengetahui hal-hal tersebut. Sebagaimana apa yang disampaikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik)

Menuntut ilmu tentu ada tahap-tahapnya. Ilmu apa yang wajib kita pelajari terlebih dahulu? Tentu saja ilmu mengenai segala yang diwajibkan kepada kita.

Jika seorang anak sudah baligh (setiap muslim yang sudah baligh, berarti sudah mukallaf -dibebani dengan syariat-), maka pertama-tama yang harus dipelajari adalah dua kalimat syahadat dan memahami maknanya. Hal ini merupakan tauhid yang menjadi hal paling dasar dari Islam. Jika sudah tiba waktunya untuk mendirikan shalat, maka dia harus mempelajari cara bersuci (thaharah) dan shalat. Jika tiba bulan Ramadhan, dia harus mempelajari puasa.

Friday, 23 December 2011

Waktu-waktu Shalat


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditetapkan waktunya bagi kaum mukminin.” (An-Nisa`: 103)
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikan pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat.” (Al-Isra`: 78)

Esensi Bulan Zulhijjah

Materi Ngajikok 26 November 2011 oleh Bapak Adi Marindra di Athen Apartment 216

Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijah

Adapun keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah (bulan 12 pada kalender Hijriah) diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,


« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.“

Tuesday, 20 December 2011

Jejak Khilafah dan Syariat Islam Di Indonesia

Materi Ngajikok 17 Desember 2011 oleh Bapak Andik Pribadi di Athen Apartment 318

Oleh Maman Kh.
Tegaknya syariat Islam tidak lepas dari keberadaan penguasa kaum Muslim yang menerapkan hukum Islam, menjaga akidah Islam, melindungi kepentingan umat Islam, dan melakukan dakwah Islam. Penguasa tersebut sering disebut sebagai khalifah, imam, amirul mukminin, atau sultan.

Terlepas dari soal penamaan ini, penguasa kaum Muslim pada dasarnya adalah penguasa otoritatif yang diakui keberadaannya oleh kaum Muslim; mereka menjaga dan membela kaum Muslim dari berbagai pihak yang mencoba menganggu eksistensi kaum Muslim serta memelihara kaum Muslim sedunia.

Saturday, 3 December 2011

Tahun Baru Islam 1 Muharram

materi ngajikok 3 Desember 2011 oleh Bapak Lesnanto di Athen Apartment 216.

Seperti kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Bulan Muharram adalah Bulan yang Mulia
Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.


1a Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram
Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ


Friday, 2 December 2011

ISTIGHFAR

Materi Ngajikok  12 November 2011, di ruang 218 Athen Apartment oleh Ibu Dewi Eka Murniati

Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang secara sengaja atau tidak sengaja kita melakukan perbuatan dosa. Dosa ibarat debu, yang jika menempel dan tidak segera dibersihkan akan menyebabkan karat di hati. Sedangkan sarana membersihkan dosa adalah dengan bertobat dan membaca istighfar.
Allah adalah Dzat yang Maha Pengampun. Allah sangat mencintai hamba-Nya yang mau bertaubat, dan sangat murka terhadap hamba-Nya yang senantiasa melakukan maksiat.

Makna dan Urgensi Istighfar

Dilihat dari asal kata, istighfar berasal dari kata غَفَر يَغْفِر (ghofaro yaghfiru) yang bermakna mengampuni atau memaafkan. Lafazh ini mengikuti wazan إستفعل يستفعل إستفعال (istaf'ala yastaf'ilu istif'al), sehingga istighfar mengandung arti meminta ampunan.

Sebagai hamba Alloh yang tidak luput dari salah dan dosa, selayaknya kita memperbanyak istighfar kepada Alloh SWT. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh RA Rosululloh SAW bersabda:

Wednesday, 30 November 2011

Hadits-Hadits Mengenai Hukum Meminta-minta dan Menipu


Sebuah tambahan untuk materi 'Tawakkal' oleh Bapak Irfan Khalish

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.”
(Hadits shahih muttafaq alaih dari Ibnu Umar dan Hakim bin Hizam ra). [1]

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidaklah salah seorang dari kalian yang terus meminta-minta, kecuali kelak di hari kiamat ia akan menemui Allah sementara di wajahnya tidak ada sepotong daging pun."

(Imam Muslim meriwayatkan dari Hamzah bin Abdullah dari bapaknya) [3]

HR Imam Muslim dari Qabishah bin Mukhariq Al Hilali ia berkata; Aku pernah menanggung hutang (untuk mendamaikan dua kabilah yang saling sengketa). Lalu aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, meminta bantuan beliau untuk membayarnya. Beliau menjawab: "Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat, nanti kusuruh menyerahkannya kepadamu." Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: "Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan :

1. Orang yang menanggung hutang (gharim, untuk mendamaikan dua orang yang saling bersengketa atau seumpamanya). Maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga hutangnya lunas. Bila hutangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta.

2. Orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya.

3. Orang yang ditimpa kemiskinan, (disaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercayai bahwa dia memang miskin). Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu." [3]

Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu" [4]

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah. Maka beliaupun bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Dia menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar manusia dapat melihatnya?! Barangsiapa yang menipu maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim no. 102)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang mengarah senjata kepada kami maka dia bukan dari golongan kami. Dan barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.” (HR. Muslim no. 101)

Sumber:

[3] Hukum meminta minta, Ust.Sigit P (www.eramuslim.com)

[4] Hukum meminta-minta, Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (www.almanhaj.com)

Tawakkal

Ngajikok Sabtu 26 November 2011 oleh Bapak Irfan Khalish di Hopeland Apartment.

“Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3)

 “Dan bertawakkal-lah kepada Allah Yang Maha Hidup, Yang tiada mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba Nya.” (Al Furqan: 58)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Al Anfal:2-4)
Pengertian

Secara etimologis tawakkal bermakna istislam (berserah diri). [1]

Makna Bertawakkal Kepada Allah

Ibnu ‘Abbas radhiyAllahu’anhuma mengatakan bahwa Tawakkal bermakna percaya sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. [2]
Imam Ahmad mengatakan, 
“Tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai keputus-asaan terhadap makhluk.” [2]
Ibnu Rojab Al Hanbali mengatakan,“Tawakkal adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya kepada Allah Ta’ala dalam memperoleh kemashlahatan dan menolak bahaya, baik urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan.” [2] 
Ibnu Abbas berkata, “Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke tengah bara api adalah: ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung’.” (HR. Bukhori) [2]

Bertawakkal Kepada Allah sebenar-benarnya

Monday, 28 November 2011

Berbaik sangka kepada Allah

Materi ngajibuchan 27 November 2011 di rumah Uni Iim

Beragam peristiwa dalam hidup ini yang terkadang menggiring seseorang terjebak dalam kondisi selalu berada dalam perasaan susah, sempit, gagal, tidak dihargai, dikucilkan, ditolak, tidak pantas dan sebagainya. Hakikat semua itu adalah manifestasi dari buruk sangka terhadap Allah.
Orang mukmin yang shalih tidak selayaknya memiliki sifat tersebut, apalagi memeliharanya di dasar hati, karena itu adalah sifat tercela yang sangat dimurkai Allah. Yang harus dimiliki setiap mukmin adalah sifat baik sangka pada Allah dalam segala urusan.
Abdullah bin Mas’ud berkata:
والذي لا إله غيره ما أعطي عبد مؤمن شيئا خيرا من حسن الظن بالله عز و جل والذي لا إله غيره لا يحسن عبد بالله عز و جل الظن إلا أعطاه الله عز و جل ظنه ذلك بأن الخير في يده
Artinya: Demi Dzat yang tiada Tuhan selainNya, tidak ada anugerah yang paling besar yang diberikan kepada seorang hamba selain baik sangka kepada Allah. Demi Dzat yang tiada Tuhan selainNya, tidak seorang hamba berbaik sangka kepada Allah melainkan Allah akan berbaik sangka kepadanya. Hal itu karena segala kebaikan ada di tanganNya.
إن حسن الظن بالله من حسن العبادة
Artinya: Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah (HR. Abu Daud)
Berbaik sangka kepada Allah adalah anggapan kita kepadaNya bahwa  segala sesuatu yang telah kita terima adalah anugerah terbaik dariNya. Allah adalah Maha Penyayang yang kasih sayangNya melebihi kasih sayang ibu kita. Allah Maha Tahu akan bisikan hajat hati nurani kita. Allah Maha Pemberi tanpa harus kita memintaNya. Allah Maha Mendengar keluhan setiap  problema hidup kita yang sedang kita hadapi. Allah tidak pernah tidur dari memperhatikan keadaan  hidup kita.

Dosa-Dosa Besar (Kabair)

Materi ngajikok 19 November 2011, oleh Ibu Robithoh Annur, di kamar 216 Athen Apartment

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar yang kamu telah dilarang (melakukannya), niscaya Kami hapus  kesalahan-kesalahanmu(dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu pada tempat yang mulia (surga)." (An-Nisa': 31)
Syaikh Asy-sya’rawi mensitir pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat di atas adalah salah satu dari delapan ayat yang terdapat dalam surah An-Nisa’ yang menjadi pangkal kebaikan bagi umat ini sepanjang hari karena ayat tersebut memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan setiap muslim supaya mereka dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah swt dan selalu berpegang teguh pada manhaj Allah.  Jika seandaninya manusia bisa selamat dan menjauhi perbuatan yang dilarang Allah maka sikap inilah yang menjadi pangkal kebaikan bagi setiap manusia.  Oleh karena itu sangatlah tepat jika Allah menjamin mereka akan dihapus kesalahan-kesalahannya (dosa-dosa kecilnya) dan akan dimasukkan di surga Allah swt.

Di samping ayat di atas, Allah Ta'ala berfirman,
"Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar serta perbuatan­perbuatan keji, dan jika mereka marah, mereka memaafkan." (As­Syura: 37).
Allah Ta'ala berfirman lagi,
"(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan­-perbuatan keji selain dari kesalahan-kesalahan kecil, sesungguhnya Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya." (An-Najm: 32).
Rasulullah saw bersabda,
"Shalat yang lima waktu dari Jum'at ke Jum'at lain, dan dari Ramadhan ke Ramadhan merupakan penghapus dosa-dosa selama dosa-dosa besar dijauhi. Dan bagi kita rincian dosa-dosa besar itu telah jelas, agar orang-orang Islam menjauhinya. "

Kata “ijtinab” bukan bermakna’tidak melakukan sesuatu (kemaksiatan)’, namun ia bermakna’tidak mendekatkan diri kepada faktor-faktor yang dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu perbuatan (kemaksiatan)’.  Dengan berlaku seperti itu, seseorang muslim dapat membentengi dirinya dari godaan nafsu dan kemaksiatan.

Apa itu Dosa Besar (Al-Kabair)?

Sunday, 27 November 2011

Fiqih Qurban

Materi ngajikok 1 Oktober 2011 oleh Bapak Ahmad Romadhoni di kamar 218 Athen Apartment

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis)
Pengertian Udh-hiyah
Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)

Keutamaan Qurban
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (lih. Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)
Hukum Qurban
Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat:

Monday, 3 October 2011

SYUBHAT DI DALAM KEIMANAN

Ngajikok Sabtu, 1 Oktober 2011
Pemateri: Bapak Seno Purnomo

Syubhat artinya samar, kabur, atau tidak jelas. Penyakit syubhat yang menimpa hati seseorang akan merusakkan ilmu dan keyakinannya. Sehingga jadilah “perkara ma’ruf menjadi samar dengan kemungkaran, maka orang tersebut tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. Bahkan kemungkinan penyakit ini menguasainya sampai dia menyakini yang ma’ruf sebagai kemungkaran, yang mungkar sebagai yang ma’ruf, yang sunnah sebagai bid’ah, yang bid’ah sebagai sunnah, al-haq sebagai kebatilan, dan yang batil sebagai al-haq”. [Tazkiyatun Nufus, hal: 31, DR. Ahmad Farid]
Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah penyebab fitnah ini adalah lantaran lemahnya iman seseorang dan sedikitnya ilmu yang dimilikinya disamping niat yang rusak dan gelora mengikuti hawa nafsu yang membara dalam jiwanya. (Ighatsatul Lahfan 2/584).
1.       Syubhat di dalam keimanan kepada Allah
a.       Beriman kepada Allah, tetapi juga beribadah kepada sesembahan yang lain
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan adalah manusia itu selalu tidak berterima kasih”. (QS. Al Israa’ :67)
Buatlah untuk kami suatu tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan ‎‎(berhala).” (QS.Al A’raaf:138).
Dan ucapan beberapa sahabat:
‏( اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ )‏
Buatlah untuk kami dzaatu anwaath (nama sebuah Pohon).”
Mendengar ucapan itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu bersumpah, bahwasanyaucapan bani Israil “buatlah untuk kami sebuah tuhan ‎‎(berhala).”
 ucapan itu serupa dengan
b.      Syubhat dalam nama dan sifat Allah
·         Tidak boleh ada Penyimpangan (tahrif), Penolakan (ta’thil), Pembahasan bagaimana bentuk nama dan sifat Allah (takyif), Menyamakan Allah dengan makhluk-Nya
·         Jumlah sebenarnya dari asma’ul husna adalah tidak diketahuidan tidak dibatasi dengan bilangan. Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki asma’ dan sifat yang hanya Dia sendiri yang mengetahui dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Nya. Malaikat yang dekat dan Nabi yang diutus tidak ada yang mengetahuinya sebagaimana dalam hadits shahih,
Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh asma’-Mu yang Engkau telah namakan untuk diri-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau ajarkan kepada seseorang diantara makhluk-Mu atau masih dalam rahasia ghaib pada-Mu yang hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya” (HR. Ahmad I/391, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Takhrij al Kalimatuth Thayyib)
Adapun sabda Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam,
Inna lillaHi tis’atan wa tis’iinasman mi-atan illa waahidan man ah-shaaHaa dakhalal jannaH” yang artinya “Sesungguhnya Allah memiliki 99 asma’, seratus kurang satu, barangsiapa yang menghitungnya niscaya ia masuk surga” (HR. al Bukhari, Muslim, at Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya)
Hadits ini adalah satu jumlah, dan sabda beliau, “Barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke dalam Surga”. Ini adalah sifat, bukan kalimat yang menunjukkan masa yang akan datang, maksudnya Dia memiliki asma’ yang terhitung, barangsiapa yang dapat menghapalnya niscaya dia akan masuk surga.
Namun hal ini tidak menafikan kalau dia memiliki asma yang lainnya.
Lajnah Daa-imah yang dipimpin oleh Syaikh bin Baz juga telah memberikan fatwa (no. 3862/1401 H) bahwasannya bukanlah yang dimaksud hadits ini bahwa asma’ Allah hanya 99 saja, karena susunan kalimatnya tidak menunjukkan makna hasr (pembatasan), namun yang dimaksud adalah pemberitahuan dari Allah Ta’ala tentang beberapa keistimewaan asma’ Allah dan penjelasan besarnya balasan bagi yang menghapalnya. Dan yang memperkuat pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaHu ‘anHu (telah disebutkan haditsnya di atas).
2.       Syubhat di dalam keimanan kepada Malaikat
a.       Nama nama malaikat
 -   Jibriil (جبريل)
Allah ta’ala berfirman :
 Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula” [QS. At-Tahriim : 4].
Jibriil ‘alaihis-salaam juga disebut sebagai Ar-Ruuh, sebagaimana firman-Nya :
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruuh (Jibriil) dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan” [QS. Al-Qadar : 4].
Juga sebagai Ar-Ruuhul-Amiin, sebagaimana firman-Nya :

Saturday, 1 October 2011

Sifat Ibadurrahman

Ngajikok Sabtu, 24 September 2011
Persiapan materi: Ibu Fadhila Hasby
Penyampaian materi: Ibu Annur Robithoh

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
'Ibadurrahman yang dimaksud adalah hamba Allah yang beriman. Di akhir-akhir surat Al Furqan dijelaskan mengenai sifat 'ibadurrahman yang setiap muslim bisa memetik pelajaran di dalamnya. Pembahas ini akan dikaji lebih jauh dan disarikan oleh penulis dari berbagai kitab tafsir terkemuka.
Sifat pertama: Memiliki sifat tawadhu'
Allah Ta'ala berfirman, 
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (QS. Al Furqon: 63) 
Yang dimaksud "يمشون على الأرض هوناً " adalah mereka berjalan di muka bumi dalam keadaan tenang dan penuh kewibawaan. Lalu maksud firman Allah "وإذا خاطبهم الجاهلون ", yaitu ketika mereka diajak berbicara orang yang jahil yaitu dengan perkataan yang tidak menyenangkan. Hamba Allah yang beriman membalasnya dengan "سلاماً ", yaitu perkataan yang selamat dari dosa. (Aysarut Tafasir, 874)
Kata Ibnu Katsir rahimahullah, 
فأما هؤلاء فإنهم يمشون من غير استكبار ولا مرح، ولا أشر ولا بطر،
"Adapun mereka berjalan tidak dengan sifat angkuh dan sombong." (Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim,10/319 ) 
Dalam tafsir Al Jalalain (365) disebutkan,
{ الذين يَمْشُونَ على الأرض هَوْناً } أي بسكينة وتواضع 
Mereka -ibadurrahman- berjalan di muka bumi dalam keadaan

Thursday, 22 September 2011

Buah Pala Haram untuk Dikonsumsi?

sumber: http://pengusahamuslim.com/baca/artikel/1233/buah-pala-haram-untuk-dikonsumsi

Pertanyaan:


Apakah hukum menggunakan buah pala sebagai bumbu masakan? Dan apakah diperbolehkan menjualnya di toko-toko ataukah tidak? Ataukah tidak diperbolehkan untuk menjual dan mengonsumsinya sebagaimana khamr?


Jawaban:


Pohon pala sudah dikenal sejak jaman dahulu kala dan buahnya pun telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu rempah untuk menambah aroma dan citarasa masakan. Bangsa Mesir kuno juga menggunakan pala sebagai obat sakit perut dan untuk mengeluarkan angin.


Pohon pala mampu tumbuh hingga mencapai ketinggian sekitar 10 meter dan selalu berdaun hijau. Buahnya memiliki bentuk mirip seperti buah pir, namun ketika sudah matang, buah tersebut akan diselimuti oleh cangkang/kulit yang keras dan inilah yang dikatakan buah pala. Pohon ini tumbuh di daerah tropis seperti India, Indonesia dan Sri Lanka.

Kaidah Manfaat dan Mafsadat

Materi ngajikok 17 September 2011, Athen Apartment, Room 216
Pemateri: Bapak Fikri Waskito


I. Sekilas mengenai Kaidah Fiqih

Barangkali kita sering mendengar istilah “kaidah fiqih” dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada dasarnya, kaidah fiqih adalah kaidah dalam memahami ilmu fiqih. Ilmu fiqih yang kita maksud ini meliputi bagaimana kita beribadah pada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, bagaimana membedakan yang halal dan haram, bagaimana cara bermuamalat sesama manusia, dan lain sebagainya. Melalui ilmu fiqih ini pula kita mengetahui bahwa Islam itu sudah sempurna dan juga mengatur segala urusan manusia dalam segala sendi kehidupannya.

Karena perkara dalam fiqih ini menyangkut halal atau haram, dan juga sah atau tidaknya suatu ibadah yang kita lakukan, sehingga ilmu ini cukup perlu mendapatkan perhatian yang khusus. Salah satunya adalah dengan mempelajari kaidah-kaidah dalam ilmu fiqih.

Perlu kita ketahui bahwa ada dua macam kaidah dalam memahami ilmu fiqih, yaitu: